Cara Kaum Perempuan Atasi Islamophobia di Australia - Birukuning News

Cara Kaum Perempuan Atasi Islamophobia di Australia

SYDNEY, AJATAPPARENG NEWS -- Ketika kaum perempuan dari Kota Lismore di utara New South Wales, Australia, mendengar adanya pelemparan telur dan puntung rokok ke warga Muslim setempat, mereka langsung memutuskan menggelar pertemuan untuk memerangi Islamophobia dalam masyarakat.

Sekitar 100 peserta hadir dalam acara bertajuk "Mariam's Day: Perempuan Muslim dan non-Muslim berbicara, membangun tradisi dan hidup bersama". Mereka berbagi cerita dan mengajukan pertanyaan dalam upaya mendapatkan pemahaman yang lebih baik satu sama lain.

Pembicara tamu dan mantan Walikota Lismore Jenny Dowell mengatakan dia sendiri menyaksikan meningkatnya sentimen anti-Muslim di kalangan masyarakat dalam dua tahun terakhir.

"Kejadian terburuk dialami seorang wanita yang menggendong bayinya di luar kediaman mereka, melepas keberangkatan seseorang. Bayi itu tiba-tiba menangis dan si ibu menyadari ada telur mentah mengotori pakaiannya," kata Dowell.

"Bayi itu kena lemparan telur di kepalanya oleh seseorang dari dalam mobil yang lewat sembari meneriakkan sesuatu," tambah mantan walikota Lismore.

"Hal ini terjadi sejak meningkatnya Islamophobia. Hal itu membuatku muak," tegasnya.

"Saya ingin meyakinkan orang: 'mohon jangan menilai Lismore dari insiden ini'," ujar Dowel seraya menambahkan, "Ini tidak mengejutkan karena saya kira terjadi di mana-mana."
Panel of women
Kaum perempuan Muslim dan non-Muslim bertemu diLismore untuk mengatasiIslamophobia. Dari kiri:ZuleyhaKeskin,JennyDowell danRashidaJoseph. (ABCNorthCoast:SamanthaTurnbull)

Pembicara dalam kegiatan itu, Dr Zuleyha Keskin yang juga dosen Studi Islam di Charles Sturt University, mengatakan ada perasaan aneh saat tiba di Lismore dengan mengenakan jilbab.

"Sangat berbeda dengan ketika berada di Sydney atau Melbourne yang lebih multikultural," katanya.

"Di sini, saya sangat merasakannya. Saya ke toko dan tidak ada orang lain yang mengenakan jilbab. Saya pikir semua orang berlatar belakang Anglo-Saxon," ujarnya.

"Benar-benar terasa seperti minoritas dan orang-orang memandangi saya. Saya tidak berpikir pandangan mereka itu rasis tapi 'oh, ada sesuatu yang berbeda'," tambah Dr Keskin.

Sementara itu warga Kota Lismore yang juga seorang muslimah Rashida Joseph mengatakan diskriminasi terburuk yang dialaminya terjadi tak lama setelah serangan World Trade Centre pada tahun 2001.

"Beberapa hari setelah 9/11 saya sedang mengambil uang dari ATM dan seorang pria mendorong kepalaku ke ATM. Kepala saya terluka," katanya.

"Saya juga mengalami dilempari rokok menyala ke mobil saya di lampu merah," katanya.

"Saya tiba di tempat kerja suatu hari - saya bekerja dengan pengungsi yang beragama Islam - dan menemukan kotoran dioleskan di pintu depan," kata Rashida Joseph.
Rashida Joseph portrait
WargaLismore,RashidaJoseph, mengaku pernah mengalami diskriminasi setelah peristiwa 11 September 2001, namun secara umumNorthernRivers dikenal sebagai daerah yang inklusif.

"Namun demikian, saya juga mendapatkan dukungan luar biasa dari warga non-Muslim, sehingga kita memang harus menempatkan pada proporsinya. Kami bersama-sama di dalamnya," tambahnya.

Meskipun pernah mengalami diskriminasi, namun para pembicara pertemuan itu merasa optimis ketika warga seperti di Lismore bersatu menggelar acara seperti Mariam's Day.

Dr Keskin berharap bisa menepis sejumlah mitos tentang wanita Muslim.

"Begitu banyak mitos, misalnya bahwa perempuan dalam Islam itu tertindas," katanya.

"Bagi saya, Islam justru memberdayakan perempuan. Islam mendorong saya mendapatkan pendidikan dan menyatakan pikiran saya," tambahnya.

"Mengenakan jilbab bukan penindasan, justru memberdayakan karena hal itu merupakan sesuatu yang saya putuskan untuk lakukan demi agama saya," ujarnya.

"Ini merupakan upaya menjauh dari fokus fisik ke fokus spiritual, internal dan karakter," kata Dr Keskin lagi.

Sumber: news.detik.com

Tidak ada komentar